Siang itu, Fachrul masih duduk di
beranda mushola. Dia baru saja menunaikan sholat zuhur. Ketika itu, salah
seorang sahabatnya yang bernama Ridwan menghampirinya untuk menyampaikan
sesuatu yang cukup berat disampaikan pada Fachrul sahabat terbaiknya.
Melihat kedatangan Ridwan,
Fachrul langsung menyambutnya dengan senyuman khasnya. Begitu sampai, Ridwan
langsung duduk di samping Fachrul dengan penuh kecemasan. Melihat keadaan itu,
Fachrul langsung bertanya-tanya dalam hati, mereka berdua saling membisu dalam
pikiran masing-masing.
Setelah beberapa lama, akhirnya
Ridwan berani untuk bicara. Dengan sedikit berbasa-basi, Ridwan pun mengatakan
pada Fachrul kalau Safitri, wanita yang Fachrul cintai menderita
penyakit kronis yaitu “GAGAL GINJAL” dan sekarang sedang menjalani perawatan
intensif di rumah sakit, dan dia membutuhkan donor ginjal agar dapat sehat
kembali.
Mendengar hal itu, Fachrul
langsung lemas seakan langit runtuh menimpanya. Dia tahu, tak mungkin dirinya
menangis. Sebab dia adalah lelaki, tapi jujur hatinya saat itu hancur tanpa
sisa. Betapa tidak, wanita yang sangat dicintainya menderita penyakit yang amat
parah. Tanpa menunggu waktu lagi, Fachrul langsung menuju ke rumah sakit tempat
di mana Safitri dirawat.
Sesampainya di sana, Fachrul
langsung menuju kamar di mana Safitri dirawat. Begitu
dirinya sampai di depan pintu kamar Safitri, dia
hanya terpaku dan memandangi pujaan hatinya dari luar jendela. Tubuh Safitri
membujur kaku, wajahnya terlihat pucat pasi tapi senyum manis selalu
tersungging di bibir mungilnya. Fachrul yang melihat itu, tak terasa air mata
telah mengalir membasahi kedua pipinya.
Fachrul tak dapat berlama-lama di
situ, sebab dia harus segera menemui dokter yang merawat Safitri.
Setelah sampai di ruangan sang dokter, dia langsung masuk ke ruangan tersebut
sebab dokter Ardi telah lama menunggunya.
Setelah saling menyapa, Fachrul segera mengutarakan maksud kedatangannya
yakni untuk menjadi pendonor ginjal bagi Safitri. Dokter
Ardi pun segera melakukan pemeriksaan terhadap Fachrul dan mengatakan bahwa
ginjal Fachrul sangat cocok dengan ginjal Safitri.
Setelah beberapa minggu, akhirnya
hari operasi pun tiba. Safitri yang masih dibantu dengan alat bantu
pernafasan digiring menuju ruang operasi berdampingan dengan Fachrul yang hari
itu dengan ikhlas merelakan sebelah ginjalnya didonorkan pada Safitri.
Operasi pun dimulai, tim dokter berusaha semampunya karena semua hasilnya
ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Tiga jam berlalu, dan Alhamdulillah operasi
telah selesai. Dan hasilnya, dua sejoli ini selamat tanpa ada hambatan.
Beberapa minggu berlalu, keadaan Safitri
telah pulih seperti sedia kala. Tapi entah mengapa kini Ridwan yang selalu
menemaninya? bukan Fachrul kekasihnya. Ternyata ini semua adalah permintaan
dari Fachrul. Fachrul mengatakan pada dokter Ardi jika Safitri
menanyakan siapa pendonor ginjal untuknya? katakanlah Ridwan, sebab Fachrul
tahu diam-diam ternyata Ridwan amat sangat mencintai Safitri
dengan sepenuh hati.
Semua itu berlalu bersama iringan
waktu, Fachrul semakin tak mampu bertahan hidup dengan satu ginjalnya,
sedangkan di sisi lain, Safitri dan Ridwan telah menjalin hubungan yang
amat serius.Suatu hari Fachrul ingin mengatakan sesuatu pada Safitri,
akhirnya dia mengundang Safitri dan Ridwan untuk berkunjung ke
rumahnya. Setelah keduanya sampai,
Fachrul menyambut mereka dengan senyuman meski pucat telah menghiasi wajah
tampannya. Dengan sedikit bercanda, Fachrul menggoda Ridwan yang terlihat
sungkan di hadapannya. Safitri sendiri hanya mampu menatap Fachrul
tanpa ingin menyentuhnya sebab baginya Fachrul adalah lelaki yang kejam dan tak
punya hati yang telah membiarkan dirinya bergelut dalam penyakit gagal ginjal
yang hampir merenggut nyawanya.
Tanpa disadari,tiba-tiba Fachrul
pingsan dan tak berdaya. Dengan sigap, Ridwan langsung membopong tubuh
sahabatnya ke dalam kamar. Beberapa menit kemudian, Fachrul tersadar dari
pingsannya. Dengan sekuat tenaganya Fachrul mencoba untuk duduk, melihat itu
Ridwan segera membantunya. Fachrul menatap Safitri dengan
sorot mata yang tajam, lalu dia berujar
“Aku memang lelaki yang kejam di matamu, tapi insya Allah tidak di mata
Sang Pengasih. Aku rela dirimu bahagia tanpa hadirku, meski itu harus aku
lakukan dengan sebuah pengorbanan terakhir sebagai bukti cinta tulusku padamu
dan rasa sayangku pada sahabatku yang kini telah menjadi kekasihmu”. Mendengar
apa yang dikatakan Fachrul, Safitri hanya bisa
menangis tersedu-sedu dan Ridwan sangat menyesal dengan segala keegoisannya.
Sesaat kemudian, Fachrul telah menghembuskan nafas terakhir dengan senyuman
yang abadi dalam kedamaian.
Penulis: Ernawati Rajak Jurusan Ilmu Komunikasi
Semester 3 di Unitri Malang.
0 komentar:
Posting Komentar