Pantura
Angin sepoi kelam berhembus
Bertabur damai
Membius lelap pandanganku
Ruah riuh debur ombak berlagu
Mungkin inilah instrumen kehidupan
Pasir putih dalam kabut berterbangan
Seakan menuaikan canda saling berkejaran
Susunan kataku bentuk puisi
Bahasa nyata dalam imaji
Di antara rerumpunan cemara hijau
Kutulis sajakku diam-diam
Khayalku menyatu melukis alam
Rasaku larut terhipnotis pemandangan
Aku bagai menendangkan lagu- lagu indah
bersama alunan kicauan burung
walau suaraku tak seindah suara daut
yang bisa memberhentikan
desiran angin dan aliran air.
walau suaraku tak seindah suara daut
yang bisa memberhentikan
desiran angin dan aliran air.
Nyanyian Penghantar Tidurmu
Lelaplah tidurmu malam ini,
Kulantunkan lagu indah temani mimpimu
Lelaplah engkau bersama rembulan
Pejamkan matamu duhai, sayang
Pejamkan matamu duhai, sayang
Dekaplah namaku sebelum matamu terpejam
Nyalakan bayangmu tentangku
Kenanglah diriku
Aku akan datang bersama taburan cahaya bintang
Hiaskan kasih sayang
Hilangkan sejuta luka melanda,
Tidurlah sayang dalam pelukan...
Aisyah
Diujung puncak kejauhan sana
Kau menari indah dalam bias pandangan semu
Khayalku berkelana jauh
Berliup teduh diantara desiran angin tiap derai hembusan nafasmu
Aisyah...
Diantara keindahan siang dan malam
Aku coba lukis engkau dijung ilalang
Agar angin sepoi belabu lirih hembuskan sejuta dahaga rindu
didadamu
Akan ku coba mengukir bintang gemintang ditengah redupnya malam,
Biar gemerlap terang dan ujung ilalang terlihat mencawang rembulan,
Lalu kau hadir diselah sinarnya bersama embun pagi ditengah kemarau
panjang,
Di
Ujung Penantian Rindu
Menggigil dingin ditengah ombak air yang menari
Melesapi pakaian kusut tabir tubuhku
Antara diamku dan lamunan rindu
Sketsa buram sepintas terlukis mewarnai wajahmu
Diujung penantian rindu, aku mencoba berdialog
dengan bulan yang tengah bertelanjang
dengan bulan yang tengah bertelanjang
Namun misteri tentangmu masih abu-abu
Akupun berhenti menafsiri
Jejakmu tak mampu aku telusuri
Serenda rindu nada syahdu
Nyanyian lagu di tepian pantai pulau madura
Menggaalun lembut meniringi senja
Duhai putri permata indah
Wajah ayu sang putri raja
Penantian rindu di ujung senja
Nikris Riviansyah, lahir
di Kolpo Batang-Batang Sumenep Madura. Mulai menyelam dalam dunia pena sejak
SMA di nurul jadid. Karya-karyanya pernah dimuat di Buletin Putih, Jawa Post Group (Radar Madura), dan yang terakhir di buletin pena kampus unitri malang.
Sekarang tercatat sebagai mahasiswa jurusan ilmu komunikasi universitas
tribhuwana tunggadewi malang.
0 komentar:
Posting Komentar