Memang benar orang bilang cinta kadang buat kita
bahagia dan terluka. Sebab hidup di dunia ini tanpa cinta adalah sepi. Sepi
yang membelenggu. Seperti sebuah pohon yang tak lagi berbunga. Ya, cinta terkadang bisa
membuat kita merasa bahagia dan termasuk derita. Aku baru sadar, kalau cinta
itu perlu diperjuangkan meski nyawa adalah taruhannya. Dan aku baru menyadari, kalau ingin merasakan bahagia dalam bercinta juga
pun jangan lupa derita dalam perjalan cinta.
Dan aku benar-benar kecewa sudah terlalu pagi mengambil keputusan
dalam bercinta. Ia seperti pisau, siapa yang bisa menggunakan dengan baik. Dia
akan tunduk dan patuh hingga terciptalah kerukunan dan kebahagian didalamnya.
Namun sebaliknya, jika kita terlalu gegabah dalam menggunakannya, bisa-bisa
senjata makan tuan. Itulah cinta
Dulu, aku punya
seorang kekasih yang setia diawal bercinta. Tiba-tiba angin apa yang membawanya
hingga dia pergi begitu saja. Seperti sebuah kapal melaju di laut lepas, pergi
dan tak kembali. Perempuan itu namanya Izatul Raidah. Tetapi aku lebih suka
menyebutnya dia dengan panggilan “Ra”. Karena menurutku, kedengarannya lebih
cocok dan enak didengar telinga.
Ra, apakah kamu tahu Setelah kau pergi tinggalkanku disini, Di
kota yang begitu gigil menggigilkan segala rasa dan rinduku. Kau mala pergi
secara tiba-tiba atau kau memang sengaja
mau pergi dariku, dan barangkali kau sudah merasa bosan dengan segala
kekuranganku selama ini. Akh... sungguh aku tidak tahu kenapa kau begitu kejam pergi tanpa salam
kekasihku.
Padahal aku
ingin kembali mengulang kenangan saat kita pulang dari kampus sore itu. Aku
ingin kembali melihat senyummu, melihat tawamu, aku ingin memelukmu, menciummu
lalu membawa dalam shalat jamaah yang biasa kita lakukan tiap waktu shalat
datang. Kini semuanya menjadi seperti abu yang beterbangan meneriakkan risau
dalam rantau. Semuanya berlalu bersama waktu. kini tak ada lagi rindu dan
kemesraan. Semuanya pergi dan pergi belalu dariku begitu saja.
Aku sendiri
tidak tahu kemana lagi harus mencarimu, mencari serpihan hati yang telah
tercuri dan kini ditinggal pergi. Aku kelihatan seperti orang gila yang kehilangan
arah kemana melangkahkan mencarimu. Sesekali, kadang aku mengajak tetumbuhan di
samping rumahku untuk kuajak bicara. Aku bercurhat padanya tentang hatiku yang
mulai tak menentu lagi. Tentang segala rasaku yang ambigu dan segenap jiwa yang
hampir tenggelam bersama waktu.
Ra, kenapa kau
begitu tega meninggalkanku sendiri disini, di kota yang begitu gigil. Kenapa
kamu tidak pernah ingin tahu sedikit
saja bagaimana perasaaanku saat ini. Dan sepertinya kau benar-benar mau
pergi dan tak akan kembali kedalam hidupmu. Kadang aku juga berpikir,
barangkali dibalik semua ini ada pesan tersirat yang ingin tuhan sampaikan
kepadaku. Yang barangkali aku sengaja atau tidak dan aku tidak tahu. Apakah aku
menutup mata dari peristiwa ini. Sungguh aku dilema dan merana dengan perasaan
yang tak menentu ini.
Andai kata aku boleh
bergumam, aku akan berkata begini, kenapa dulu kau isi hatiku, Ra?, kenapa kau
dulu diam tenggelam dalam hidupku Jika, akhirnya luka yang berkepanjangan harus
kuterima, kini hatiku luluh, jiwaku hancur dan semua rasaku galau. Sungguh aku
hampir tidak kuat menjalani semua ini. Sebuah perjalan hidup yang hanya terus
menolehkan luka-luka. Sebuah sejarah yang berdarah-darah harus mengallir ke
dalam dadaku. Kenapa harus aku? Kenapa tidak pada orang lain. Kenapa kau
lakukan semua ini kepada orang yang benar-benar dan tulus mencintaimu. Sungguh
aku tidak tahu. Yang kutahu aku hanya merindukanmu, kekasihku.
Akh... kenapa
aku begitu bodoh dan percaya akan semua ucapanmu tempo dulu. Saat kita pertama
kali berjumpa secara tidak sengaja di pantai. Waktu itu, aku benar-benar begitu
kagum dengan kecantikanmu dan termasuk tingkah lakumu. Kecantikanmu benar-benar
membutakan matahatiku. Sehingga membuatku tidak begitu banyak berpikir lalu
meramu untuk kujadikan kekasihku. Dan aku sadar barangkali ini adalah
kesalahanku. Terlalu cepat untuk melangkah tanpa harus memikirkan apa dan
bagaimana nantinya. Sekarang aku sadar, kadangkala pandangan pertama hanya menjadi sebuah pertemuan kebohongan
belaka. Ya, sebuah ke kebohongan yang terselimuti. Karena aku tidak tahu yang
sebenarnya dan hanya pandangan pertama inilah selalu mengundang rasa penasaran
jika, tidak ada pertemuan berikutnya.
Kenapa dulu aku
begitu cepat mengambil keputusan. Kenapa aku dulu tidak shalat istiharah dulu
untuk meminta petunjuk dari tuhan. Akh... rasanya perih sekali jika mengingat
sejarah bodohku yang ceroboh dalam mengambil keputusan.
Ra, kenapa kamu
menutup mata, barangkali sudah tidak lagi rasa untukku?. Sehingga kau terus
membiarkanku terus begini. Tapi sekarang aku sadar jika, orang berani bercinta
dia harus berani untuk terluka sekaligus bahagia. Dan barangkali inilah luka itu.
Barangkali ini
adalah silsilah dari episode luka rinduku yang gagal sebelum musimnya. Meski
sebanarnya ini terlalu menyakitkan bagiku. Tetapi kuyakini ini adalah jalan yang terbaik dari
tuhan yang harus kuterimah meski luka
kerap menjadi tamu dalam kalbuku. Hingga suatu kelak, kau akan tetap kuingat
dalam sepanjang ingatanku jika, namamu pernah memberikan sinar bulan dan bintang dalam hatiku. Meski kali ini aku harus mengenang
dengan airmata. Dan kini kenangan yang
hanya tinggal kenangan yang bisa dikenang sepenuh hati meski hati terasa perih
dan tersakiti.
Banuaju Barat,
05 Maret 2013
MAWARDI
STIAWAN,
Salah satu alumni dari Yayasan Taufiqurrahman Banuaju Timur. Sementara namanya,
saat ini tercatat sebagai salah satu dari Perintis Komunitas PERSI, Annuqyah
Daerah Lubangsa. Selain itu, dia juga tercatat sebagai Pimred Pena Kampus sekaligus sebagai ketua Komunitas
Dialog Langit yang diasuh bersama teman-teman Jurusan Ilmu Komunikasi, Unitri
Malang. Dan karya-karyanya, pernah dimuat di Buletin JEJAK,
Buletin Sidogiri, Mimbar Jatim.
0 komentar:
Posting Komentar