April 21, 2013

Episode Luka Rindu


Memang  benar orang bilang cinta kadang buat kita bahagia dan terluka. Sebab hidup di dunia ini tanpa cinta adalah sepi. Sepi yang membelenggu. Seperti sebuah pohon yang tak  lagi berbunga. Ya, cinta terkadang bisa membuat  kita merasa bahagia dan  termasuk derita. Aku baru sadar, kalau cinta itu perlu diperjuangkan meski nyawa adalah taruhannya. Dan aku baru  menyadari, kalau  ingin merasakan bahagia dalam bercinta juga pun jangan  lupa derita dalam  perjalan cinta.

Dan aku benar-benar  kecewa sudah terlalu pagi mengambil keputusan dalam bercinta. Ia seperti pisau, siapa yang bisa menggunakan dengan baik. Dia akan tunduk dan patuh hingga terciptalah kerukunan dan kebahagian didalamnya. Namun sebaliknya, jika kita terlalu gegabah dalam menggunakannya, bisa-bisa senjata makan tuan. Itulah cinta

Dulu, aku punya seorang kekasih yang setia diawal bercinta. Tiba-tiba angin apa yang membawanya hingga dia pergi begitu saja. Seperti sebuah kapal melaju di laut lepas, pergi dan tak kembali. Perempuan itu namanya Izatul Raidah. Tetapi aku lebih suka menyebutnya dia dengan panggilan “Ra”. Karena menurutku, kedengarannya lebih cocok dan enak didengar telinga.

Ra, apakah  kamu  tahu Setelah kau pergi tinggalkanku disini, Di kota yang begitu gigil menggigilkan segala rasa dan rinduku. Kau mala pergi secara tiba-tiba atau  kau memang sengaja mau pergi dariku, dan barangkali kau sudah merasa bosan dengan segala kekuranganku selama ini. Akh... sungguh aku tidak tahu  kenapa kau begitu kejam pergi tanpa salam kekasihku.

Padahal aku ingin kembali mengulang kenangan saat kita pulang dari kampus sore itu. Aku ingin kembali melihat senyummu, melihat tawamu, aku ingin memelukmu, menciummu lalu membawa dalam shalat jamaah yang biasa kita lakukan tiap waktu shalat datang. Kini semuanya menjadi seperti abu yang beterbangan meneriakkan risau dalam rantau. Semuanya berlalu bersama waktu. kini tak ada lagi rindu dan kemesraan. Semuanya pergi dan pergi belalu dariku begitu saja.

Aku sendiri tidak tahu kemana lagi harus mencarimu, mencari serpihan hati yang telah tercuri dan kini ditinggal pergi. Aku kelihatan seperti orang gila yang kehilangan arah kemana melangkahkan mencarimu. Sesekali, kadang aku mengajak tetumbuhan di samping rumahku untuk kuajak bicara. Aku bercurhat padanya tentang hatiku yang mulai tak menentu lagi. Tentang segala rasaku yang ambigu dan segenap jiwa yang hampir tenggelam bersama waktu.

Ra, kenapa kau begitu tega meninggalkanku sendiri disini, di kota yang begitu gigil. Kenapa kamu tidak pernah ingin tahu sedikit  saja bagaimana perasaaanku saat ini. Dan sepertinya kau benar-benar mau pergi dan tak akan kembali kedalam hidupmu. Kadang aku juga berpikir, barangkali dibalik semua ini ada pesan tersirat yang ingin tuhan sampaikan kepadaku. Yang barangkali aku sengaja atau tidak dan aku tidak tahu. Apakah aku menutup mata dari peristiwa ini. Sungguh aku dilema dan merana dengan perasaan yang tak menentu ini.

Andai kata aku boleh bergumam, aku akan berkata begini, kenapa dulu kau isi hatiku, Ra?, kenapa kau dulu diam tenggelam dalam hidupku Jika, akhirnya luka yang berkepanjangan harus kuterima, kini hatiku luluh, jiwaku hancur dan semua rasaku galau. Sungguh aku hampir tidak kuat menjalani semua ini. Sebuah perjalan hidup yang hanya terus menolehkan luka-luka. Sebuah sejarah yang berdarah-darah harus mengallir ke dalam dadaku. Kenapa harus aku? Kenapa tidak pada orang lain. Kenapa kau lakukan semua ini kepada orang yang benar-benar dan tulus mencintaimu. Sungguh aku tidak tahu. Yang kutahu aku hanya merindukanmu, kekasihku.

Akh... kenapa aku begitu bodoh dan percaya akan semua ucapanmu tempo dulu. Saat kita pertama kali berjumpa secara tidak sengaja di pantai. Waktu itu, aku benar-benar begitu kagum dengan kecantikanmu dan termasuk tingkah lakumu. Kecantikanmu benar-benar membutakan matahatiku. Sehingga membuatku tidak begitu banyak berpikir lalu meramu untuk kujadikan kekasihku. Dan aku sadar barangkali ini adalah kesalahanku. Terlalu cepat untuk melangkah tanpa harus memikirkan apa dan bagaimana nantinya. Sekarang aku sadar, kadangkala pandangan pertama  hanya menjadi sebuah pertemuan kebohongan belaka. Ya, sebuah ke kebohongan yang terselimuti. Karena aku tidak tahu yang sebenarnya dan hanya pandangan pertama inilah selalu mengundang rasa penasaran jika, tidak ada pertemuan berikutnya.
Kenapa dulu aku begitu cepat mengambil keputusan. Kenapa aku dulu tidak shalat istiharah dulu untuk meminta petunjuk dari tuhan. Akh... rasanya perih sekali jika mengingat sejarah bodohku yang ceroboh dalam mengambil keputusan.

Ra, kenapa kamu menutup mata, barangkali sudah tidak lagi rasa untukku?. Sehingga kau terus membiarkanku terus begini. Tapi sekarang aku sadar jika, orang berani bercinta dia harus berani untuk terluka sekaligus bahagia. Dan barangkali inilah luka itu.

Barangkali ini adalah silsilah dari episode luka rinduku yang gagal sebelum musimnya. Meski sebanarnya ini terlalu menyakitkan bagiku. Tetapi  kuyakini ini adalah jalan yang terbaik dari tuhan  yang harus kuterimah meski luka kerap menjadi tamu dalam kalbuku. Hingga suatu kelak, kau akan tetap kuingat dalam sepanjang ingatanku jika, namamu pernah memberikan sinar bulan  dan bintang dalam  hatiku. Meski kali ini aku harus mengenang dengan airmata.  Dan kini kenangan yang hanya tinggal kenangan yang bisa dikenang sepenuh hati meski hati terasa perih dan tersakiti.


Banuaju Barat, 05 Maret 2013



MAWARDI STIAWAN, Salah satu alumni dari Yayasan Taufiqurrahman Banuaju Timur. Sementara namanya, saat ini tercatat sebagai salah satu dari Perintis Komunitas PERSI, Annuqyah Daerah Lubangsa. Selain itu, dia juga tercatat sebagai Pimred  Pena Kampus sekaligus sebagai ketua Komunitas Dialog Langit yang diasuh bersama teman-teman Jurusan Ilmu Komunikasi, Unitri Malang. Dan karya-karyanya, pernah dimuat di Buletin JEJAK, Buletin Sidogiri, Mimbar Jatim.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo