Perkembangan pers mahasiswa di Untri
agaknya cukup bagus saat ini. Terbukti sudah ada tiga media cetak yang terbit
belakangan ini, yaitu Cakrawala (media Humas Unitri), Tri Media (BEM), dan Pena
Kampus (Prodi Komunikasi). Tentu ini belum termasuk jurnal Reformasi Fisip dan
media-media lain termasuk media online dan sebagainya. Walau secara kualitas
tulisan masih jauh dari harapan, tetapi cukup untuk mengatakan lebih baik
daripada 10 tahun yang lalu.
Secara umum, keberadaan pers cukup
memiliki peran yang signifikan. Pers membawa banyak pengaruh pada dinamika
sosial kemasyarakatan, hukum, politik, dan ekonomi. Dalam perkembangannya, pers
khususnya media cetak memiliki peran besar dalam mempengaruhi opini masyarakat.
Maka tidak jarang banyak orang menggunakan media sebagai sarana yang sarat
dengan kepentingan.
Di tataran yang lebih sederhana,
dalam konteks ini kampus, keberadaan pers merupakan suatu bentuk wahana untuk
memperkaya wawasan intelektual, melatih kemampuan berpikir serta sebagai proses
pengembangan kapabilitas mahasiswa dalam dunia jurnalistik atau tulis menulis.
Teguh Wardoyo, S.H. Seorang Konsul Jenderal Republik Indonesia di Hong Kong
pernah menulis bahwa menulis merupakan saluran kemampuan berpikir, meningkatkan
kepekaan perasaan dan mempertajam pengamatan terhadap segala sesuatu yang
berkembang di sekitar kita. Karenanya, kehadiran pers mahasiswa mendapat respon
cukup tinggi di ranah kampus khususnya kampus Unitri.
Berbicara kondisi mutakhir pers
mahasiswa di Unitri, sejauh ini masih belum maksimal. Diakui atau tidak,
intensitas penerbitan pers mahasiswa (media) masih jauh dari konsistensi.
Apalagi ditambah kualitas tulisan yang belum cukup bagus sehingga media-media
cetak yang ada di Unitri seakan menjadi bacaan minus gizi bagi
mahasiswa.
Menyinggung masalah kualitas
tulisan, representasi riil mahasiswa kita saat ini masih lemah penguasaannya
dalam dunia tulis menulis. Mahasiswa Unitri yang geliat menulis masih tergolong
minoritas. Semestinya kehadiran pers mahasiswa mampu memompa geliat mahasiswa
untuk menulis, namun hal itu sepertinya belum belaku dalam paradigma mahasiswa Unitri.
Padahal menurut Husnun N Djuraid “ada kebahagiaan tersendiri ketika karya kita
dibaca dan diapresiasi orang lain”. Nah, beberapa persoalan inilah yang
kemungkinan besar menjadi tonggak problematika ketidakmenarikan dan inconsistensi
pers mahasiswa di Unitri saat ini.
Terkait dengan kondisi pers
mahasiswa tersebut, Aldon Sinaga dalam guraunya berujar, seperti siluman saja.
Tiba-tiba datang dan menghilang. Begitulah kira-kira kondisi pers mahasiswa
saat ini. Apakah ada yang tersinggung? Agaknya tidak ada cukup alasan untuk
“menyinggungkan diri”. Sebab kondisi objektif di lapangan sudah
menvisualisasikan dengan sangat jelas dan gamblang betapa gerak gerik pers
begitu kaku. Pers mahasiswa (media) di Unitri tiba-tiba terbit kemudian vakum,
dan tiba-tiba terbit lagi. Seakan tidak memiliki target deadline yang
tepat untuk terbit. Jurnalis kampus bergerak menghimpun berita masih perlu
menunggu kejadian-kejadian penting
berskala besar sehingga deadline molor dan terbitnya pun keteteran. Dari
sini tampak semakin konkret bahwa para jurnalis kampus masih belum memiliki
komitmen yang kuat menjadi awak media.
Berangkat dari wacana di atas,
barangkali kondisi tak sedap ini bisa dijadikan bahan introspeksi untuk
kemudian melakukan mobilisasi perubahan nyata bagi pers kampus ataupun pers
mahasiswa ke depan. Tak ada yang salah sebenarnya dalam proses kesuksesan ini,
karena untuk mencapai angka sepuluh mesti dimulai dari angka nol terlebih
dahulu. Para pekerja media harus lebih konsekuen dalam berkomitmen dan siap
mengorbankan lebih banyak waktu untuk kemajuan dan konsistensi timing
penerbitan. Harus lebih cerdas dan kreatif memainkan peran pers demi membangun
pers kampus dan pers mahasiswa Unitri ke depan yang lebih menarik dan
dinamis.
0 komentar:
Posting Komentar